Tingginya jumlah korban jiwa akibat reruntuhan bangunan setelah gempa membuat para ilmuwan berupaya keras mencari alat yang dapat memprediksi kapan gempa besar terjadi. Namun sesungguhnya "alat" itu sudah ada sejak dulu, yaitu kodok.
Makalah ilmiah yang dipublikasikan dalam Journal of Zoology kemarin mengungkapkan bahwa kodok biasa (Bufo bufo) dapat merasakan gempa yang akan terjadi dan meninggalkan koloni mereka beberapa hari sebelum aktivitas seismik menghantam wilayah tersebut.
Bukti kemampuan kodok meramal gempa itu ditunjukkan oleh sekelompok kodok yang meninggalkan koloni berkembang biak mereka tiga hari sebelum gempa mengguncang L'Aquila di Italia pada 2009. Bagaimana reptil itu bisa merasakan gempa tersebut masih belum diketahui, tapi sebagian besar pasangan yang tengah melakukan aktivitas berkembang biak dan kodok jantan kabur dari lokasi itu.
Reaksi itu ditunjukkan oleh populasi kodok, meski koloni itu berada 74 kilometer dari pusat episentrum gempa. Demikian dikatakan ahli biologi Inggris dalam Journal of Zoology. Sulit melakukan studi yang obyektif dan berkualitas tentang bagaimana binatang merespons aktivitas seismik, sebagian karena gempa memang jarang terjadi dan tak dapat diprediksi.
Sejumlah studi telah dilakukan tentang bagaimana binatang peliharaan bereaksi terhadap gempa, namun mengukur respons binatang liar jauh lebih sulit. Binatang yang pernah menunjukkan reaksinya, seperti ikan, binatang pengerat, dan ular juga baru bereaksi beberapa saat sebelum gempa menghantam, bukan beberapa hari sebelum peristiwa.
Meski demikian, Dr Rachel Grant, pakar biologi dari Open University, di Milton Keynes, Inggris, secara rutin mempelajari perilaku harian beragam koloni kodok di Italia, termasuk pada saat gempa besar mengguncang kawasan itu. Studinya mencakup pengumpulan data dalam periode 29 hari, yakni sebelum, selama, dan setelah gempa menggoyang Italia pada 6 April 2009. Gempa berkekuatan 6,3 magnitudo itu dekat dengan Kota L'Aquila, sekitar 95 kilometer timur laut Roma.
Grant tengah mempelajari kodok sekitar 74 kilometer jauhnya dari Danau San Ruffino di Italia tengah, ketika dia mencatat perilaku aneh para kodok. Lima hari sebelum gempa, jumlah katak jantan di koloni berkembang biak itu turun hingga 96 persen.
Menghilangnya katak jantan itu sangat aneh karena, begitu masa berkembang biak tiba, biasanya mereka tetap aktif memenuhi tempat perkembangbiakan itu hingga musim kawin selesai. Pada saat gempa terjadi, musim kawin di Danau San Ruffino baru saja dimulai. Selain itu, tak ada peristiwa cuaca yang dapat dihubungkan dengan menghilangnya kodok.
Tiga hari sebelum gempa, jumlah pasangan kodok yang kawin juga tiba-tiba anjlok hingga nol.
Meski telur ditemukan di lokasi itu hingga enam hari sebelum gempa, dan enam hari sesudahnya, tak ada telur yang ditemukan pada saat periode gempa, mulai guncangan besar pertama sampai gempa susulan terakhir. "Studi kami adalah yang pertama kalinya mendokumentasikan perilaku binatang sebelum, selama dan sesudah gempa," kata Grant.
Dia yakin kodok itu kabur ke tempat yang lebih tinggi. Mungkin tempat yang melindungi mereka dari risiko reruntuhan batu, tanah longsor, dan banjir.
Bagaimana kodok itu dapat merasakan sebelum aktivitas seismik itu terjadi masih belum jelas. Perubahan perilaku kodok diduga bertepatan dengan gangguan di ionosfer, lapisan elektromagnetik teratas dari atmosfer bumi, yang terdeteksi oleh para ilmuwan pada saat gempa L'Aquila, menggunakan teknik suara radio dalam frekuensi amat rendah (VLF). Perubahan pada atmosfer semacam itu oleh sejumlah ilmuwan dihubungkan dengan lepasnya gas radon atau gelombang gravitasi sesaat sebelum gempa.
Dalam kasus gempa L'Aquila, Grant tak dapat memastikan apa yang menyebabkan gangguan pada ionosfer. Namun penemuannya menunjukkan bahwa kodok dapat mendeteksi sesuatu. "Temuan kami menunjukkan bahwa kodok mampu mendeteksi petunjuk praseismik, seperti lepasnya gas dan partikel bermuatan, dan menggunakan hal itu sebagai bentuk sistem peringatan dini gempa," katanya.
No comments:
Post a Comment